Surat al-Fatihah adalah surat yang paling agung di dalam al-Qur’an. Hal ini mengisyaratkan bahwa kandungan ilmu dan hikmah dari surat ini telah mencakup pokok-pokok ilmu al-Qur’an.
Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami akan menyampaikan ringkasan faidah dari surat al-Fatihah dengan merujuk kepada penjelasan Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam bukunya ‘Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah’. Semoga bermanfaat.
A. Faidah Ilmu Tauhid
Surat al-Fatihah mengandung ilmu tentang tauhid. Tauhid rububiyah terkandung dalam ‘alhamdulillahi Rabbil ‘alamin’. Tauhid asma’ wa shifat terkandung dalam ‘ar-Rahmanir Rahim dan Maliki Yaumid diin’. Tauhid uluhiyah terkandung dalam ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’. Di dalamnya juga terkandung bantahan bagi kaum musyrikin. Tauhid uluhiyah ini disebut juga dengan istilah tauhid ibadah; yang intinya adalah mengesakan Allah dalam beribadah.
Selain itu, di dalamnya juga terkandung dua macam doa; doa ibadah dan doa mas’alah. Doa ibadah merupakan pujian dan dzikir kepada Allah, sedangkan doa mas’alah berupa permintaan segala macam kebutuhan kepada-Nya. Contoh doa mas’alah ialah yang terdapat pada doa ‘Ihdinash shirathal mustaqim’.
B. Faidah Ilmu Akidah
Selain itu, di dalam surat ini juga terkandung penetapan risalah/kerasulan. Hal ini terkandung dalam kata ‘Rabbil ‘alamin’ karena istilah Rabb bermakna yang melakukan ishlah/perbaikan dan tarbiyah/bimbingan. Diantara bentuk tarbiyah Allah kepada alam semesta ini adalah dengan diutusnya para rasul membawa hidayah untuk mereka.
Bahkan, di dalam surat ini juga terkandung bantahan terhadap seluruh kelompok yang menyimpang dari kalangan atheis/mulhid dan yang lainnya. Termasuk juga bantahan bagi sekte sesat dalam hal takdir, maupun dalam hal asma’ wa shifat. Surat ini juga berisi penyucian diri Allah dari segala aib dan cela.
Surat ini juga mengandung penetapan adanya hari berbangkit. Begitu pula, surat ini telah mengandung bantahan bagi Yahudi dan Nasrani serta kaum ahli bid’ah. Di dalam surat ini terkandung pokok-pokok ibadah hati, yaitu cinta, takut, dan harap. Cinta terkandung dalam ‘alhamdulillah. Harap terkandung dalam ‘ar-rahmanir rahiim’. Adapun takut terkandung dalam ‘maaliki yaumid diin’.
Dengan demikian, surat ini mengandung bantahan bagi kaum sufi yang hanya melandasi ibadah dengan cinta semata. Demikian pula ia mengandung bantahan bagi kaum khawarij yang melandasi ibadah dengan takut semata. Sebagaimana ia mengandung bantahan bagi murji’ah yang melandasi ibadah hanya dengan harap.
Di dalam surat ini juga bisa diambil faidah, bahwa diantara sifat Allah yaitu memelihara dan mengatur alam, memberikan kasih sayang, berkuasa, yang berhak menerima ibadah, memberikan hidayah serta mencurahkan kenikmatan. Demikian juga di dalamnya terkandung sifat murka di dalam diri Allah, karena Allah murka kepada orang-orang yang berilmu namun tidak mengamalkan ilmunya.
C. Faidah Ilmu Manhaj
Di dalam surat ini pula, terkandung faidah berupa bantahan bagi segenap ahli bid’ah. Hal ini tersirat di dalam ‘ihdinash shirathal mustaqim’. Sementara hidayah itu sendiri terbagi dua; hidayah berupa ilmu dan hidayah berupa taufik untuk beramal dan menerima kebenaran. Dari kelanjutan ayat ini pula, manusia bisa dibagi menjadi tiga kategori.
Pertama; orang yang diberikan nikmat. Orang yang diberikan nikmat ialah yang menyerap ilmu sekaligus membuahkan amal. Kedua; orang yang dimurkai. Mereka ini adalah orang yang menyerap ilmu namun mencampakkan amal. Ketiga; orang yang sesat. Mereka ini adalah orang yang beramal namun tanpa pondasi ilmu yang benar.
Orang yang menimba ilmu namun tidak beramal telah mengikuti penyimpangan model Yahudi; kaum yang dimurkai. Sementara, orang yang rajin beribadah dan beramal namun meninggalkan ilmu telah mengikuti penyimpangan model Nasrani; kaum yang sesat. Termasuk dalam kategori kaum sesat ini ialah para penganut ajaran sufi; yang mereka itu gemar menyibukkan diri dengan ibadah namun meninggalkan ilmu.
Karena kandungan yang sangat agung inilah, kita diperintahkan untuk membaca doa ini dalam setiap raka’at sholat; agar Allah jadikan kita tergolong orang-orang yang diberikan nikmat, dan supaya Allah menjauhkan diri kita dari terjerumus dalam jalan kaum yang dimurkai ataupun kaum yang tersesat dari jalan yang benar.
Sehingga, sebagian ulama salaf mengatakan, “Orang yang rusak diantara ahli ilmu kita maka pada dirinya terdapat keserupaan dengan Yahudi. Dan orang yang rusak diantara ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan Nasrani.”
Selain itu, surat ini juga mengajarkan kepada kita untuk tidak bersandar kepada kekuatan dan kemampuan diri kita. Kita harus bersandar dan bergantung kepada Allah semata, karena kepada-Nya saja kita meminta pertolongan. Sebab tanpa bantuan dan anugerah dari Allah seorang hamba tidak akan bisa selamat dari penyimpangan dan kesesatan. Seorang menjadi pengikut jalan yang lurus adalah karena karunia dan pertolongan dari Allah semata, bukan karena daya dan kekuatan dirinya.
Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Ibnul Qayyim rahimahullah dalam sebuah bait sya’irnya, “Kalau lah Rabb mu berkehendak, niscaya kamu sama seperti mereka -yang sesat itu-, karena setiap hati -hamba- adalah berada diantara jari-jemari ar-Rahman.”
Di dalam surat ini, seorang insan akan mengenali Rabbnya, dan dia juga akan bisa membuka pintu ma’rifah/pengenalan terhadap jati dirinya; bahwa dirinya adalah hamba yang lemah dan senantiasa butuh kepada Allah. Karena itulah surat ini selalu dibaca, disebabkan besarnya kebutuhan kita terhadapnya. Dimana di dalamnya terkandung doa yang sangat agung -yaitu doa memohon hidayah- yang apabila Allah kabulkan doa ini untuknya niscaya hamba itu akan bahagia di dunia dan di akhirat sana.
Di sisi lain, kita juga bisa memetik faidah pentingnya merenungi kandungan ayat-ayat al-Qur’an, terlebih lagi surat yang agung ini. Karena sesungguhnya ilmu itu akan bisa diraih dan digali dengan senantiasa mentadabburi al-Qur’an.